Showing posts with label cerpen. Show all posts
Showing posts with label cerpen. Show all posts
5.28.2012

CERPEN : Takkan Berakhir

Ini cerpen yang aku tulis sendiri waktu masih SMA dulu. Cerpen ini juga sempat aku lombakan di acara sekolah yang sayangnya cuman bisa meraih juara dua. Toh aku seneng kok, anak kelas 1 udah bisa nyabet juara, dan selisih poin sama juara satunya cuman 1 point! Bayangkan! Hehe..
Cerpen ini aslinya berjudul Never End, cuman aku translate-in aja biar lebih gampang dimengerti.

Langsung check this out aja yaa.. ^^

Sahabat adalah tempat berbagi.
Suka… maupun duka…
Sahabat adalah tempat bercerita.
Tentang kebahagiaan, tentang kesedihan.
Sahabat adalah penawar racun.
Dari segala pikiran buruk, juga cela.
Sahabat selalu ada, saat kita membutuhkannya.
 Tapi dimanakah kamu? Saat aku membutuhkanmu…
Dimanakah kamu? Kala aku merasa begitu rindu…
Apakah kamu selalu hadir? Layaknya aku?
Ahh… andai di sini masih ada kamu…

Kubuka kembali album warna biru kesayanganku.
Foto demi foto, lembar demi lembar,
Melayangkan kembali bayanganku pada masa lalu. Masa dimana kita masih bersama. Kala kita masih berdua. Kala kita masih bisa bercanda dan tertawa.
Kuamati lamat-lamat wajah itu. Betapa riangnya hatimu. Senyummu yang lebar, telah menceritakan segala hal padaku. Tentang sesuatu yang kamu alami di hari itu.
Dan di situ, di sudut kecil itu, aku ada sampingmu. Begitu setianya aku menemani. Karna aku tahu. Cuma akulah satu-satunya yang dapat mengertimu. Akulah satu-satunya sahabatmu. Aku tau itu.

5.27.2012

Cerpen : Bola untuk Anakku (True Story)

Nah, ini ada cerita mengharukan dari Kumpulan cerita haru dan motivasi. Yang linknya aku dapet dari facebook. Coba deh dibaca.. Tragis! T_T

*25 tahun yang lalu,*
Inikah nasib? Terlahir sebagai menantu bukan pilihan. Tapi aku dan Kania harus tetap menikah. Itu sebabnya kami ada di Kantor Catatan Sipil. Wali kami pun wali hakim. Dalam tiga puluh menit, prosesi pernikahan kami selesai. Tanpa sungkem dan tabur melati atau hidangan istimewa dan salam sejahtera dari kerabat. Tapi aku masih sangat bersyukur karena Lukman dan Naila mau hadir menjadi saksi. Umurku sudah menginjak seperempat abad dan Kania di bawahku. Cita-cita kami sederhana,ingin hidup bahagia.

*22 tahun yang lalu,*
Pekerjaanku tidak begitu elit, tapi cukup untuk biaya makan keluargaku. Ya,keluargaku. Karena sekarang aku sudah punya momongan. Seorang putri, kunamai ia Kamila. Aku berharap ia bisa menjadi perempuan sempurna, maksudku kaya akan budi baik hingga dia tampak sempurna. Kulitnya masih merah, mungkin karena ia baru berumur seminggu. Sayang, dia tak dijenguk kakek-neneknya dan aku merasa prihatin. Aku harus bisa terima nasib kembali, orangtuaku dan orangtua Kania tak mau menerima kami. Ya sudahlah. Aku tak berhak untuk memaksa dan aku tidak membenci mereka. Aku hanya yakin, suatu saat nanti, mereka pasti akan berubah.